Jumat, 28 September 2012

Naskah Drama


BATIK SI WARISAN KEBUDAYAAN
oleh Dian Ludiawanti

            Keluarga yang beranggotakan empat orang itu tengah asyik menyantap sarapannya. Setelah selesai makan, ayah pergi ke kantor dan ibu pergi mengajar. Reina kembali ke kamar dengan diikuti oleh kakaknya. Hari ini Reina libur kuliah. Reza sedang berkaca di hadapan cermin lemari pakaian Reina. Reina hanya memperhatikan gerak-gerik sang kakak.

Reina   : Batik dong, blazer mulu. Gak bosen kak? Kalau pakai batik kan terlihat lebih rapi, gagah, dan berwibawa pula.
Reza    : Ya ampun Reina, gaul dong gaul. Dasar anak bahasa (tertawa mengejek).
Reina   : Maksud kakak?
Reza    : Ya, kakak tahu kamu mahasiswi jurusan bahasa Indonesia, tapi bukan berarti kamu harus yang berbau Indonesiaaa terus. Cobalah Rei, gaul dikit. Pake Korean style kek, harazuku style kek. Masa mau pakai batik terus. Ih norak banget (tertawa kembali).
Reina   : Reina tidak pakai batik setiap hari kak, tapi yang penting dalam satu minggu Rei menggunakan batik. Kan cinta warisan kebudayaan Indonesia, kak.
Reza    : Ya ampun Rei, setiap hari jum'at kakak juga menggunakan batik. Tidak keren ah, aura kakak juga tidak terpancar.
Reina   : Siapa bilang, malah itu aura kasih yang bakal kakak dapat (menggoda).
Reza    : Aura Kasih yang bodinya gak nahan itu Rei? (melirik Reina)
Reina   : Ih kakak, makanya dengarkan dulu penjelasan Reina.
Reza    : Iya Reina Octora, apa?
Reina   : Jadi, aura kasih dari orang yang memiliki jiwa nasionalisme yang bakal kakak dapat. Menggunakan batik kan sama saja dengan mempertahankan kebudayaan Indonesia, dan kebudayaan itu merupakan salah satu unsur identitas nasional negara kita. Jika identitas nasional kita pertahankan sama saja dengan kita mencintai dan menghargai tanah air kita kak. Itu loh yang biasa disebut nasionalisme (tersenyum menggoda).
Reza    : Ih, adikku semakin pintar saja ya. Kakak juga tahu Rei. Kakak ini guru, ya walaupun hanya guru SD. Mengapa kamu jadi menggurui kakak.
Reina   : Siapa yang menggurui kak Reza, aku hanya memberi pendapat berikut alasannya. Di kelas bahasa selalu begitu setiap ada diskusi. Kebebasan berpendapatkan sama saja dengan menegakkan demokrasi kan kak?
Reza    : Betul sekali adikku sayang, ada pada pasal 28E ayat 3, bunyinya setiap orang berhak atas kebebasan berserikat, berkumpul, dan mengeluarkan pendapat. Terus?(tertawa).
Reina   : Kenapa tertawa? Mungkin nanti kakak menyadari bahwa nasionalisme itu harus tumbuh di setiap jiwa warga negara Indonesia. Apalagi kita sebagai mahasiswa, harus sudah memiliki kepribadian yang mantap, berpikir kritis, bersikap rasional, berpandangan luas, mewujudkan nilai-nilai pancasila, rasa kebanggaan dan cinta tanah air. Mahasiswa itu harus bersikap dan berperilaku yang dijiwai oleh rasa kecintaannya kepada negara kak. Jadi semangat nasionalismenya itu harus sudah benar -benar tumbuh saat ini. Aku yakin kakak lebih mengerti daripada aku.
Reza    : Ya terserah kamu, Rei. Menghargai pendapat berbeda juga sama saja dengan menegakkan demokrasi. Jadi, silahkan terserah kamu mau bicara apa.
Reina   : Ih kak Reza, jangan terserah dong. Aku kan hanya manusia biasa kak. Sebagai warga yang baik aku hanya bisa menunjukkan ini, karena aku tidak bisa melakukan lebih. Tapi semua kan berawal dari hal yang kecil.
Reza    : Iya aku mengerti, tapi sekarang batik kalah saing dengan mode yang lagi ngetrend. Apalagi sekarang lagi marak-maraknya Korean style. Namanya juga Indonesia Rei, kalau sudah diambil orang baru kocar-kacir, terus marah-marah (tertawa).
Reina   : Nah, makanya kakak harus mempertahankannya, jangan sampai diambil orang.
Reza    : (bernyanyi) Jangan kau mau diambil maling itu.
Meski kau bercorak sederhana,
tapi kau merupakan identitas bangsa.
Meski jarang kita jaga,
tapi kau harus bertahan di Indonesia.
Akan ku membuatkan kau baja,
yaitu tunas yang tumbuh berlandaskan pancasila.
Tumbuhlah dalam dadaku, rasa cinta itu.
(tertawa sambil meninggalkan Reina).

DI RUMAH IRSYAD, KAWAN LAMA REZA. RAMAI ORANG YANG SEDANG BERJOGED-JOGED.
Irsyad  : Reza, apa kabar bro?
Reza    : Baik Sob. Happy birthday y.
Irsyad  : Iya thank you. Eh Za, lo gak salah kostum kan malam ini? Norak banget sih lo pakai batik, mentang-mentang pak guru muda (tertawa).
Reina   : Memang ada yang salah dengan pakaian kak Reza? Yang penting menggunakan pakaian kan?
Irsyad  : Iya Reina, memang. Tapi Reza itu terkenal laki-laki yang keren, apalagi kalau pakai blazer. Semua perempuan pada nempelin dia semua. Lah sekarang, gak ada satu pun kan. Malah lihat? Yang lain mungkin menganggap kalo Reza itu papa saya. (kembali tertawa terbahak-bahak).
Reina   : Maksud kak Irsyad apa? Ada yang salah dengan batik? Apa kakak pikir dengan menggunakan pakaian haruzuku style yang kakak gunakan ini adalah bagus. Kakak itu tidak lebih seperti penjajah di tahun 2012, tahu tidak?
Irsyad  : Ini memang beli di Jepang Rei. Lihat sini lebih dekat. Di Indonesia mana ada kostum yang the best seperti ini. Kamu jangan sembarangan bilang aku penjajah dong Rei.
Reina   : Cintailah produk dalam negeri Kak, kalau bukan kita sebagai warganya yang mencintainya mau siapa lagi?
Reza    : Reina!
Irsyad  : Tapi tetap saja, buatan luar negeri ini pasti lebih keren adik cantik.
Reina   : Indonesia juga lebih bisa menghasilkan produk terbaik di bandingkan produk penjajah. Asalkan warganya mau berusaha dan memiliki tekad untuk memberikan yang terbaik dan memiliki semangat unggul dalam berbagai hal. Asal Kakak tahu, warga Indonesia pandai dan cerdas. Indonesia memiliki banyak kekayaan, kekayaan alam, budaya dan bahasa. Tapi Inilah warga negara kita yang tidak memiliki semangat cinta tanah air. Tanpa mereka sadari mereka menjajah negeri sendiri, dengan membanggakan bahasa asing, dengan membanggakan produk asing dan melupakan warisan kebudayaan dari nenek moyang kita, yaitu batik ini.
Reza    : Reina!
Irsyad  : Reina, apa yang kamu bicarakan. Saya tidak mengerti (tertawa). Reza, Reza, ternyata kamu sudah terpengaruh virus norak adikmu itu ya (tertawa). Kamu mendapat peringkat pertama kategori orang tercupu di pestaku (tertawa).
Reza    : Cukup Irsyad. Terima kasih atas pujiannya (Reza menarik Reina keluar dari pesta).

DEPAN TERAS RUMAH. REZA GERAM DAN MARAH PADA ADIKNYA YANG TELAH MEMPERMALUKANNYA DI HADAPAN KAWAN-KAWAN LAMANYA.
Reina   : Kakak mengapa menarik aku, sakit tahu.
Reza    : Cukup Reina! Tingkah kamu malah membuat aku semakin terpojokkan oleh mereka dan lebih memalukan daripada apa yang aku bayangkan. Kakak menyesal bawa kamu dan menuruti mau kamu!
Reina   : Tapi tidak ada yang salah dengan batik kan kak?
Reza    : Memang tidak ada yang salah, tapi ini 2012. Dari awal kakak sudah tidak setuju untuk menggunakan batik. Puas kamu Rei sudah mempermalukan kakak?
Reina   : Sebagai mahasiswa yang telah dididik dengan baik harusnya kakak membela apa yang kakak gunakan ini (menunjuk pada baju batiknya), harusnya kakak membela dan mempertahankan identitas nasional kita. Batik ini merupakan warisan dari nenek moyang kita yang mesti kita jaga dan pertahankan kak. Sebagai mahasiswa yang hanya memiliki peranan kecil dan seharusnya membawakan pengaruh yang besar, hanya ini yang bisa kita lakukan. Mempertahankan bahasa dan budaya yang kita miliki. Jangan sampai di ambil lagi sama tetangga kita yang kekurangan itu.
Reza    : Sudah Reina, lagi-lagi kau mengguruiku. Aku cukup tahu dengan tugasku sebagai WNI. Saat ini aku sedang belajar untuk menumbuhkan semangat dalam mewujudkan cita-cita nasional yang terdapat dalam UUD. Tapi itu tidak semudah membalikkan telapak tangan Rei. Butuh waktu dan proses. Butuh praktik, bukan hanya omongan saja.
Reina   : Tapi selama ini, yang aku lihat kakak tidak melakukan apapun?
Reza      : Kamu tidak tahu apa-apa tentang diriku Reina. Lebih baik, kau sekarang belajar bagaimana cara menjadi pendidik yang menarik perhatian peserta didik. Jangan hanya bisa berbicara padaku, jangan hanya berbicara dengan nada emosi, hargai perbedaan, jaga bahasa sebagai cermin diri kita. Semua manusia tak sama, tak perlu kau paksa. Akan ada saatnya mereka menyadari. Setelah kau berani berbicara dihadapan publik tentang pentingnya nasionalisme.
Reina   : (terdiam bersedih).

MALAM HARI. RUANG MAKAN.
Ibu       : Mengapa begitu sepi ya?
Ayah   : Iya bu, tumben sekali kakak beradik ini tidak ada suaranya.
Ibu       : Reza, kau apakan adikmu?
Reza    : Tanyakan saja sendiri padanya, bu.
Ibu       : Reina, kamu kenapa sayang?
Reina   : Kak Reza menyebalkan bu. Aku cukup tahu dengan kelemahanku yang tidak bisa menyampaikan pikiranku kepada orang lain, aku tahu sampai sekarang aku masih belum bisa menarik perhatian peserta didik walaupun aku anak bahasa yang pandai merangkai kata-kata. Tapi mengapa kak Reza selalu menyindirku, bu.
Reza    : Kamu bilang kebebasan berpendapat adalah hak setiap orang. Mengapa hanya bisa memberikan pendapat atau masukan kepadaku saja? Kawanmu banyak di kampus. Gurui saja mereka, ajak mereka menggunakan batik dan orasikan tentang pentingnya nasionalisme bagi para mahasiswa. Mampu tidak?
Reina   : (menunduk sedih)
Ayah   : Reza, Reina sudah. Ayah bukan tanpa alasan menginginkan kalian masuk ke jurusan PKN dan Bahasa. Ayah hanya ingin anak-anak ayah menjadi pendidik yang baik bagi anak didiknya, menjadikan anak didiknya memiliki jiwa nasionalisme yang tinggi, berbahasa yang baik dan benar, bangga dengan bangsa sendiri, mempertahankan budaya yang kita miliki, mencintai produk dalam negeri, dan sebagainya. Harapan ayah Reina, semoga kamu bisa mengajarkan bahasa yang baik kepada anak didikmu kelak, lebih-lebih jika kamu mampu menjadikan bahasa Indonesia sebagai bahasa internasional yang disepakati dan diakui oleh semua negara.
Reza    : Tuh, dengar Ayah bilang Rei. Itu tanggung jawabmu.
Ibu       : Dan tentunya ada tanggung jawab untukmu juga Reza (tersenyum).
Ayah   : Untuk kamu Reza, ayah ingin kamu membenahi sistem politik di Indonesia pada generasi baru yang dihasilkan olehmu. Ajari anak didikmu untuk memiliki semangat nasionalisme yang tinggi, selagi mereka masih muda. Agar kelak dewasa mereka akan berpikir sebagai WNI yang baik mereka harus memiliki tanggung jawab untuk menjadi manusia yang cerdas, manusia yang bertanggung jawab, jujur, dan manusia yang berpartisipasi dalam membangun dan mewujudkan cita-cita nasional negara kita. Memang tidak mudah melakukan itu semua, tapi marilah kita coba dari hal yang kecil. Ayah percaya pada dua anak ayah yang sedang dalam proses untuk dididik menjadi WNI yang cinta akan tanah air ini.
Reina   : Itu juga tanggung jawabmu kak (tersenyum mengejek).
Reza    : Iya Rei, tanggung jawab kakak dan kamu (tersenyum).
Ayah   : Nak, anggap saja diri kita sebagai sebuah negara yang harus berdiri kokoh. Kita memiliki pancasila, pancasila sebagai dasar negara merupakan berdirinya NKRI. Selain itu, pancasila juga sebagai identitas nasional atau jati diri bangsa. Unsur identitas nasional itu terdiri dari apa saja Reza?
Reza    : Suku bangsa, agama, kebudayaan, dan bahasa, yah.
Ayah   : Cerdas anak ayah. Kita memiliki dua tangan dan dua kaki.  Kita jadikan keduanya itu bermanfaat untuk kalian berdiri kokoh. Kedua kaki itu dapat diibaratkan suku bangsa dan bahasa. Kita dapat berdiri akibat adanya suku bangsa dari berbagai macam etnis yang ada di Indonesia. Bahasa yang kita miliki dapat menjadi landasan kita untuk berdiri dan berkomunikasi satu dengan yang lainnya.  Kemudian, kedua tangan ini, diperuntukkan untuk menjaga kebudayaan dan agama. Walaupun kita memiliki agama yang beragam tetapi kita tetap menjaga perbedaan itu, walaupun berbeda yang penting memiliki tujuan yang sama.
Reina   : Iya yah. Dan salah satu bentuk untuk menjaga kebudayaan yaitu dengan mempertahankan warisan kebudayaan yang kita miliki kan yah?
Ayah   : Betul sayang, itu salah satunya.
Reza    : Iya yah, Reza dan Reina pasti akan berusaha untuk mewujudkan keinginan ayah. Reza dan Reina akan menjadi manusia yang diharapkan dan dicita-citakan.
           
            Di balik ketidakpedulian Reza pada batik ternyata Reza memang telah mengajarkan anak didiknya untuk menumbuhkan semangat nasionalisme. Dalam dirinya telah tertanam jiwa nasionalisme, akan tetapi tidak dia praktikkan kepada dirinya sendiri melainkan melalui anak didiknya. Di kampusnya Reza selalu menjadi pembicara dalam perkumpulan mahasiswa yang akan mengadakan demonstrasi. Dia selalu memberikan pesan kepada rekan-rekan kuliahnya untuk menciptakan demo yang tidak merugikan orang lain, demo yang menggunakan bahasa yang terpelajar dan melakukan tindakan yang sewajarnya, tidak melukai diri sendiri maupun orang lain. Inilah yang tidak pernah diketahui oleh ayah, ibu, dan Reina. Reina telah dibantu oleh Reza cara menghadapi anak didik. Reza dan Reina bersama-sama mencoba untuk mempertahankan budaya dan bahasa Indonesia, sebagai tanda mempertahankan identitas nasional negara Indonesia.